Orang India Menyembah Dewa

Pengaruh India di Masakan Indonesia

Pengaruh India terhadap masakan Nusantara, dapat ditelusuri lewat hubungan antara Kesultanan Mughal di India dengan Aceh, sekitar abad 15 hingga abad 16.[9] Beberapa pengaruh Mughal diduga dapat ditemukan dalam masakan yang pedas dan bersantan. Terdapat dua pendapat berbeda soal asal usul rasa pedas ini. Pertama, sumber pedas disebutkan berasal dari cabai yang dibawa oleh bangsa Portugis ke Mughal, hingga sampai ke Nusantara. Kedua, orang India sebenarnya sudah mengenal cabai, jauh sebelum orang Portugis datang.

Masakan Indonesia dengan pengaruh India, diduga terdapat dalam megana atau cacahan sayur nangka, yang masih bisa ditemui di daerah Pekalongan, Wonosobo, dan Temanggung.[9] Masakan ini berada di wilayah-wilayah yang merupakan bekas daerah kerajaan Hindu awal di Jawa, yaitu Kalingga.

Nama Lain Kamadeva

Seperti Dewa Krishna, Dewa Ganesha dan Dewa Siwa, Dewa Kamadeva juga memiliki banyak nama. Mereka adalah Manmath, Mansija, Gandharv, Arthdev, Madonna, Ratikant, Ananga, Kandarp, Ragavrunt dan lain sebagainya. Terkadang dia juga dipanggil sebagai Yaksha.

Seperti yang digambarkan dalam teks dan lukisan mitologi, Dewa Kamadeva dianggap sebagai pria tampan yang memiliki sayap emas dan memegang busur dan anak panah. Dia mengendarai kereta berbentuk burung beo di beberapa kitab suci dan gajah di kitab lain.

Tentang Dewa Kamadeva

Dewa Kamadeva atau Dewa ketertarikan seksual adalah bagian integral dari semua kehidupan kita jika kamu memiliki keinginan dan nafsu duniawi. Tapi apakah kamu tahu semua fakta menarik tentang dia?

Fakta Dewa Kamadeva, Dewa Daya Tarik Seksual Orang India

Kamis, 24 Februari 2022 - 08:23 WIB

VIVA – Kamadeva atau yang dikenal sebagai Indian Cupid merupakan Dewa Hindu cinta yang dikenal oleh masyarakat India. Kama berarti cinta, keinginan, kerinduan, dan seksualitas serta Deva berarti sebagai surgawi atau ilahi. Dalam Atharva-Veda, Kama digambarkan sebagai sebuah keinginan dan bukan kenikmatan seksual.

Kamadeva sendiri kerap dianggap sebagai putra dari Wisnu dan Laksmi di bawah bentuk Krishna dan Rukmini. Dia kerap dibandingkan dengan Eros yang berasal dari Yunani dan Cupid dari Barat. Kamadeva sendiri diyakini sebagai dewa planet surgawi yang memiliki tanggung jawab dalam menimbulkan keinginan hawa nafsu. Nah, berikut adalah ulasan tentang Dewa Kamadewa yang disadur dari Times of India.

Nyanyian Om Aim Hrim Klim, adalah mantra yang digunakan oleh Kamadeva untuk membantu menjaga pasangan supaya tetap tertarik secara fisik kepada kamu.

Warisan India di Indonesia

Warisan agama Hindu yang masih tersisa di beberapa tempat di Sumatra, Jawa, Bali, dan Kalimantan, adalah bukti-buktinya.[7] Kisah epos Mahabharata dan kisah klasik Ramayana telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari banyak orang Indonesia. Banyak nama orang Indonesia yang menggunakan nama-nama India atau Hindu, meskipun tidak berarti bahwa mereka beragama Hindu. Nama-nama seperti "Yudhistira Adi Nugraha", "Bimo Nugroho", "Susilo Bambang Yudhoyono", semuanya mencerminkan pengaruh India yang sangat kuat di Indonesia.

Selain itu di beberapa tempat, tampak sisa-sisa keturunan masyarakat India yang telah berbaur dengan masyarakat Indonesia. Nama-nama keluarga (merga) di kalangan masyarakat Batak Karo, seperti Brahmana dan Gurusinga yang tampaknya berasal dari nama-nama India, menunjukkan warisan tersebut.

Di Jakarta terdapat daerah yang dinamai Pekojan di Jakarta Kota, dan Koja di Jakarta Utara. Kedua daerah ini dulunya adalah pemukiman orang-orang India Muslim yang disebut juga orang Khoja. Mereka umumnya berasal dari daerah Cutch, Kathiawar dan Gujarat. Mereka berasal dari kasta Ksatria. Pada abad ke-14, komunitas ini mengalami perubahan besar ketika seorang mubaligh Persia, Pir Sadruddin, menyebarkan agama Islam di antara mereka dan memberikan kepada mereka nama "Khwaja", dan dari kata ini diperoleh kata "khoja" atau "koja". "Khawaja" sendiri berarti "guru, orang yang dihormati dan cukup berada".[8]

Budaya India-Indonesia

Budaya India-Indonesia adalah budaya hasil akulturasi budaya India dengan budaya Indonesia yang berkembang di Indonesia.

Tempat Tinggal Dewa Kamadeva

Melalui Mudgala Purana, Kamadeva hidup dalam segala hal yang menggoda. Semua hal yang memenuhi kita dengan keinginan dan nafsu duniawi, adalah perbuatan Kamadeva.

Menurut legenda mitologi, Dewa Kamdeva adalah putra Dewa Wisnu dan Dewi Laxmi. Ia telah menikah dengan Dewi Kegilaan dan Nafsu, Dewi Rati. Namun, beberapa cerita menunjukkan bahwa dia adalah putra Dewa Brahma dan dia juga memiliki hubungan dengan Dewa Siwa.

Buddhisme adalah agama yang berakar di India dan tersebar ke seluruh dunia. Dalam Buddhisme, pemujaan dewa tidak memiliki peran utama dalam praktik keagamaannya. Sebaliknya, Buddhisme lebih memfokuskan pada ajaran Dharma dan praktik meditasi untuk mencapai pembebasan dari penderitaan dan kehidupan yang lebih bermakna. Namun bukan berarti dewa tidak dihormati dalam Buddhisme hanya saja meraka dipandang sebagai makhluk yang juga terikat pada lingkaran tumimbal lahir dan tidak mampu memberikan pembebasan sejati yang hanya dapat dicapai dengan pemahaman dan praktik ajaran Buddha. hal tersebut tergambar dalam Parita Aradhana Devata yang berbunyi demikian

" Semoga semua dewa di alam semesta hadir di sini,

mendengarkan Dhammanan Agung dari Sang Bijaksana,

yang membimbing (umat) ke Surga dan keKebebasan.

Di alam surga dan di alam brahma, di puncak-puncak gunung,

Diangkasa raya, di pulau-pulau, di desa-desa dan kota,

di hutan belukar, disekeliling rumah dan ladang.

Semoga dewa Bumi mendekat (datang) melalui air,

daratan atau pun angkasa, bersama-sama dengan yakkha, gandhabba dan naga.

Dan semoga di mana pun mereka berada, mereka dapat

mendengarkan sabda Sang Bijaksana, seperti berikut.

Lihat Sosbud Selengkapnya

Apakah Orang Katolik Menyembah Maria?

“In periculis, in angustiis, in rebus dubiis, Mariam cogita, Mariam invoca..Ipsam sequens, non devias; ipsam rogans, non desperas; ipsam agnitans, non erras,; ipsa tenete, non currius; ipsa protegente, non metuis; ipsam duce non fitigaris; ipsa propiti, pervenis” --St. Bernardus

Bunda Maria selalu memiliki tempat istimewa di hati umat Katolik. Ia menjadi ibu yang senantiasa memberi waktu, hati, dan telinga bagi setiap anak yang datang padanya. Karenanya, Bunda Maria bukan hanya ibunda Yesus Sang Juru Selamat, melainkan Bunda Segala Bangsa, Bunda Semua Umat Manusia.

Di Jawa, orang menyebut Maria sebagai Dewi Maria. Bagi orang Jawa, Dewi adalah sapaan pada pribadi luhur dan dihormati. Ia selalu menjadi lambang kesuburan, kehidupan, sekaligus pengharapan. Sementara di Flores, Bunda Maria disebut Ine. Ine berarti Ibu. Ungkapan bahwa Maria adalah ibu merupakan ungkapan yang lahir dari kedalaman relasi. Maria memiliki tempat yang spesial di hati. Tempat bagi setiap anak datang mengadukan segalanya: kegagalan maupun keberhasilan, kegembiraan maupun kesedihan.

Dengan kata lain, berdoa kepada Bunda Maria selalu membawa seseorang merasa berada dalam pelukan hangat kasih seorang Ibu. Ibu yang memberi rasa nyaman, kedamaian, dan ketenangan. Karenanya tidak mengherankan apabila segala yang berkaitan dengan Bunda Maria begitu akrab di tengah umat, mulai dari Doa Rosario, Novena Tiga Salam Maria, Ziarah Gua Maria, dan segala bentuk devosi lain. Semua itu adalah tanda bahwa Bunda Maria memiliki tempat yang istimewa di tengah umat. Dengan demikian, benar perkataan St. Bernardus di awal tulisan ini: dengan dan bersama Maria, kita dikuatkan dan dimampukan dalam menghadapi badai dan arus kehidupan.

Bunda Maria di Mata Umat Beragama Lain

Bagi saudara kita non-Katolik, tentu tidak mudah untuk memahami arti dan peran Bunda Maria. Meski demikian, mereka tentu sadar bagaimana peran Bunda Maria bagi umat Katolik.

Orang Katolik sering dituduh menyembah berhala karena dianggap menyembah patung. Padahal lagi-lagi, yang disembah bukanlah patung sebagai sebuah benda mati, melainkan pribadi yang direpresentasikan oleh patung tersebut. Patung adalah tanda yang membantu umat untuk sampai pada Tuhannya.

Lebih jauh, ada yang menyebut bahwa orang Katolik melakukan penyembahan berhala. Tuduhan ini lahir dari tafsiran atas Kitab Keluaran 20:4-5; "Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku."

Mengutip W. Gunter Plaut dalam The Torah A Modern Commentary (1981), dikatakan bahwa Allah melarang pembuatan patung menyerupai apapun yang tujuannya untuk disembah. Karenanya, larangan membuat patung harus dipahami dalam kesatuan larangan menyembah patung. Perlu diketahui bahwa larangan pembuatan patung untuk disembah itu adalah kebiasaan bangsa-bangsa kafir yang membuat patung-patung yang kemudian disembah sebagai dewa-dewi. Itulah berhala karena menjadikan pribadi selain Allah sebagai allah baru.

Gereja Katolik tidak pernah membuat patung Yahweh (Allah Bapa) yang tidak kelihatan itu. Karenanya tidak ada patung Yahweh. Yang dibuat hanyalah patung Yesus Kristus. Dia memang Allah tetapi sejauh menjelma menjadi manusia, Dia bisa kita gambarkan sebagai manusia, tetapi bukan untuk disembah patungnya. Begitu juga dengan patung Bunda Maria dan para kudus. Yang dikutuk dalam Roma 1:18-25 misalnya, adalah penyembahan berhala sebagai ganti penyembahan kepada Tuhan pencipta.

Mardi Atmadja dalam bukunya Maria Sang Nabi (2003), menuliskan bahwa penghormatan umat Katolik terhadap Bunda Maria tidak dapat diterima dan dipahami oleh orang beragama lain karena hal ini berkaitan dengan iman dan ajaran iman. Iman dan ajaran iman tidak dapat begitu saja dijelaskan kepada orang yang tidak mempercayai atau berbeda caranya.

Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa ada gejala menarik, yakni semakin banyak orang dari gereja Non-Katolik atau agama lain yang melakukan ziarah ke Lourdes, Fatima, Benneaux, Guadalupe, atau di Sendangsono, Jawa Tengah. Bunda Maria semakin menjadi bahan pembicaraan – “enteng ataupun berat” – di segala lapisan pertemuan antar Gereja.

Benarkah Orang Katolik menyembah Bunda Maria?

Para teolog Katolik membedakan beberapa lapisan penghormatan, yang dalam tradisi kerap memakai istilah Yunani. Pertama latria, yaitu penyembahan, yang khusus diperuntukkan bagi Allah. Itu berbeda dengan kedua, hyperdulia (kebaktian) yang diberikan kepada Bunda Maria. Ketiga, dulia (penghormatan) yang disampaikan kepada orang kudus lain (bdk. Maria Sang Nabi, 50).

Dalam hal ini, jelas bahwa tuduhan bahwa orang Katolik itu menyembah Bunda Maria tidaklah benar. Sebab, yang disembah orang Katolik adalah Allah. __Bunda Maria itu dihormati, bukan disembah. Bunda Maria istimewa karena Bunda Maria adalah ibu Yesus, ia tokoh penting bagi sejarah keselamatan umat Kristiani. __

Alan Schreck dalam Catholic and Christian: An Explanation of Commonly Misunderstood Catholic Beliefs (1844) menuliskan, orang Katolik menghormati (honor) dan melihatnya sebagai ibu dalam iman, tetapi tidak menyembah (worship) Bunda Maria atau berdoa kepada Bunda Maria sebagaimana berdoa kepada Tuhan. Menyembah itu hanya untuk Allah. Orang Katolik percaya bahwa dengan perantaraannya (intercession) akan membawa rahmat dan belas kasih Tuhan yang besar. Ini dikarenakan hubungannya yang spesial dengan Yesus, bukan karena dirinya sendiri (her own merits). Hal yang sama pula dengan penghormatan kepada para kudus.

Selain ada tuduhan bahwa orang Katolik menyembah Bunda Maria, tuduhan juga berlanjut. Orang Katolik juga dituduh menyembah patung. Tuduhan ini menjadi benar jika yang disembah adalah patung dan menjadikan patung itu adalah Allah. Padahal, orang Katolik itu hanya menyembah Allah. Dan patung-patung seperti patung Yesus, Maria, dsb, adalah sarana agar umat semakin mampu mengarahkan hati pada Allah. Yang disembah adalah orang yang digambarkan dalam patung itu, bukan patung itu sendiri.

Kita ambil contoh Devosi kepada Bunda Maria. Neuner dan Dupui dalam The Christian Faith in the Doctrinal Document of the Catholic Church (1982) menuliskan bahwa devosi kepada Bunda Maria adalah jawaban orang beriman atas peran Bunda Maria dalam rencana keselamatan ilahi (bdk. sejarah Gereja, Devosi kepada Bunda Maria ini dibela oleh Konsili Nikaia II (787, jauh sebelum zaman Reformasi tahun 1517 dan seterusnya) yang mengizinkan gambar/patung boleh menjadi sarana menghormati dia yang digambarkan. Dengan kata lain patung adalah alat peraga atau simbol, ataupun tanda yang dipakai umat untuk semakin dekat dan mengarahkan diri pada Allah).

Di lingkungan Katolik juga terdapat banyak sekali lukisan mengenai Bunda Maria dalam segala bentuknya. Ini terjadi karena umat Katolik sangat menghormati Bunda Maria dan membawa iman dalam segala segi hidup. Bunda Maria dihormati bersamaan dengan penghormatan kepada Kristus. Sebab, pengaruh Bunda Maria berasal dari kelimpahan jasa-jasa Kristus, bertumpu pada perantaraan-Nya, bergantung sekali pada-Nya, dan menimba kekuatannya dari pada-Nya.

Pidyarto Gunawan dalam Umat Bertanya Rm. Pid Menjawab (2000), memberikan jawaban yang gamblang bahwa orang Katolik tidak menyembah patung. Mengapa? Karena fungsi patung mirip dengan foto orang-orang yang dikasihi, entah yang masih hidup atau yang sudah meninggal. Orang suka memajang atau menyimpan foto-foto tersebut di dompet agar orang merasa lebih dekat dengan sosok di foto tersebut. Fungsi patung juga mirip bendera. Bendera melambangkan suatu bangsa. Karenanya, menghina bendera dianggap sama dengan menghina bangsa pemilik bendera tersebut.

Patung-patung dalam di Gereja Katolik pun dimaksudkan untuk memudahkan ingatan kita pada pribadi yang digambarkan patung itu. Kita bisa saja membuat patung-patung itu dari Gereja Katolik. Akan tetapi, kalau orang merasa tertolong dengan adanya patung, mengapa dibuang? Karena orang menghormati pribadi yang digambarkan oleh patung itu, tentu saja orang Katolik memperlakukan patung-patung itu secara terhormat. Hanya saja perlu diperhatikan, praktek berlebihan dari umat Katolik terhadap patung, misalnya mencium, dan sikap berlebihan lainnya memberi kesan kepada orang luar bahwa kita menyembah patung.

Pada akhirnya perlu ditegaskan sekali lagi bahwa pertama, umat Katolik tidak menyembah Bunda Maria. Yang disembah adalah Allah saja. Bunda Maria itu dihormati. Devosi dan segala bentuk kebaktian kepada Maria adalah bentuk usaha umat yang menunjukkan rasa hormat dan cinta pada pribadi yang berperan besar dalam sejarah keselamatan kita.

Kedua, umat Katolik itu tidak menyembah patung. Yang disembah adalah orang yang digambarkan dengan patung itu. Patung adalah sarana yang membantu umat semakin dekat pada pribadi yang ada di balik patung tersebut. Dengan kata lain, patung itu sarana membantu umat untuk semakin dekat pada pribadi yang diimani.

Meski demikian, pertanyaan itu akan selalu relevan manakala umat Katolik hanya fokus pada keindahan patung saja dan lupa pada pribadi yang sebenarnya.

Terlepas dari semua itu, marilah kita terus mendekat dan akrab pada Bunda Maria. Sebab Bunda Maria adalah ibu kita. Hal ini jelas pada pesan terakhir Yesus sebelum wafat di kayu salib, “Ibu inilah anakmu!” dan “Anak, inilah ibumu!”(Yoh 19:26-27).

Semoga kita menjadi anak-anak yang mampu membuat ibu Maria tersenyum, ya, Sobat YOUCAT!

*Note: Dalam bahaya, dalam kesesakan, dalam kebimbangan, pikirkanlah Maria, berserulah kepada Maria…Bila mengikutinya, kamu tidak akan salah langkah; bila meminta kepadanya kamu tidak akan putus asa; bila memikirkannya, kamu tidak akan tersesat; bila ia menuntunmu, kamu tidak akan jatuh; di bawah perlindungannya kamu tidak perlu merasa takut; dalam bimbingannya kamu tidak akan kelelahan, bila ia berkenan kepadamu kamu akan mencapai akhir peziarahanmu. *

Town in Uttar Pradesh, India

Dewa Sharif or Dewa is a town and a nagar panchayat in Barabanki district in the state of Uttar Pradesh, India. It is famous for the shrine of Haji Waris Ali Shah. This town is also known by the name of Dewa Sharif in respect for the shrine. It is about 26 km north-east of the state capital Lucknow.

The state government formally recognises Dewa Sharif as a town with a linguistic minority population, where speakers of Urdu constitute 15 per cent or more of the local population. It was placed as one among the prominent sites in Heritage Arc of U.P.[3]

Dewa is located at 27°02′N 81°10′E / 27.03°N 81.17°E / 27.03; 81.17.[4] It has an average elevation of 137 metres (449 feet).

As of 2011 Indian Census, Dewa had a total population of 15,662, of which 8,231 were males and 7,431 were females. Population within the age group of 0 to 6 years was 2,347. The total number of literates in Dewa was 7,967, which constituted 50.9% of the population with male literacy of 54.4% and female literacy of 47.0%. The effective literacy rate of 7+ population of Dewa was 59.8%, of which male literacy rate was 63.9% and female literacy rate was 55.4%. The Scheduled Castes and Scheduled Tribes population was 746 and 18 respectively. Dewa had 2485 households in 2011.[1]

As of the 2001 Census of India, Dewa had a population of 12,819. Males constitute 53% of the population and females 47%. Dewa had an average literacy rate of 45%, lower than the national average of 59.5%: male literacy was 51% and female literacy 38%. In Dewa, 17% of the population was under 6 years of age.[5]

Block Panchayat Dewa Sharif has 67 Village Panchayats.[6]

Dewa Sharif is well connected to Lucknow, Fatehpur, Barabanki, Suratganj, Kursi, Masauli and Cinhat via road.

Dewa Sharif is notable for the shrine of Haji Waris Ali, a Sufi saint.[citation needed]

The GeoNames geographical database covers all countries and contains over eleven million placenames that are available for download free of charge.

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

Wenn dies deiner Meinung nach nicht gegen unsere Gemeinschaftsstandards verstößt,

Orang India-Indonesia adalah kelompok masyarakat keturunan India yang tinggal dan menetap di Indonesia. Orang-orang keturunan Asia Selatan lain juga bisa disebut sebagai orang India-Indonesia. Menurut data dari Kementerian Luar Negeri India, pada Januari 2012, ada 120.000 masyarakat Indonesia keturunan India, dan 9.000 di antaranya adalah warganegara India, yang mereka bekerja dan tinggal di Indonesia.[2] Masyarakat India-Indonesia kebanyakan tinggal di Sumatera Utara, Banda Aceh, Surabaya, Medan dan Jakarta.[3]

Di Jakarta, masyarakat Tamil-Indonesia mempunyai organisasi yang bernama "Indonesia Tamil Tamram" yang bergerak dalam pelestarian bahasa dan budaya Tamil, membangun saling pengertian antara orang India dan Indonesia, dan memberikan kesempatan belajar bagi anak-anak Tamil di Indonesia untuk belajar bahasa ibu mereka. Untuk maksud tersebut, organisasi ini mengadakan kursus bahasa dan budaya, membagikan literatur dalam bahasa Tamil, menyelenggarakan berbagai kegiatan terkait, seperti debat, drama, tarian, dan musik, mendatangkan artis-artis terkenal dari India dalam bidang tari, musik, drama, dll.[4]

Kelompok suku masyarakat Punjabi dari India Utara banyak terdapat di kota-kota besar di Jawa, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dll. dan pada umumnya mereka hidup sebagai pedagang. Banyak dari mereka yang beragama Sikh. Beberapa tokoh terkemuka dari masyarakat ini misalnya adalah Raam Punjabi, raja sinetron Indonesia dan istrinya, Rakhee Punjabi, H.S. Dillon, pakar ekonomi pertanian.Kehidupan masyarakat Indonesia keturunan India dikemas dengan begitu unik dalam serial televisi "Raj's Family" di salah satu stasiun televisi swasta.

Seorang tokoh Punjabi-Indonesia yang sering terlupakan adalah Gurnam Singh, pelari maraton pada era 1960-an yang menjadi pelari tercepat Asia pada Asian Games 1962 di Jakarta.[5] Gurnam Singh juga berasal dari Sumatera Utara.

Orang-orang Gujarati dahulu datang ke Indonesia untuk menyebarkan agama Islam.[6] Pada saat ini, mereka terkonsentrasi dalam satu wilayah yang dinamakan sebagai Kampung Pekojan.

Selain itu, di Indonesia ada pula kelompok suku masyarakat Sindhi yang juga banyak berperan dalam dunia perdagangan di Indonesia. Mereka umumnya bergerak di bidang industri garmen dan tekstil, makanan dan pertanian, perfilman, intan permata dan batu-batu mulia. Masyarakat Sindhi di Indonesia mempunyai organisasi sosial yang bernama "Gandhi Seva Loka" yang banyak memberikan bantuan kepada komunitas mereka sendiri, serta menyelenggarakan proram orang tua asuh secara teratur. Organisasi ini juga menolong kaum fakir-miskin di kalangan masyarakat yang lebih luas, khususnya ketika ekonomi negara dilanda krisis yang berkepanjangan.

Di dalam aktivitas sosialnya, masyarakat India-Indonesia mendirikan sekolah Gandhi International School di Jakarta. Selain itu, ada pula beberapa Gurdwara, yakni tempat ibadah bagi mereka yang beragama Sikh, dan kuil bagi mereka yang beragama Hindu dan Jain.

Berbagai kelompok masyarakat dari anak benua India telah datang ke kepulauan Indonesia sejak masa pra-sejarah. Di Bali, misalnya, berbagai sisa keramik sejak abad pertama Masehi telah ditemukan. Malah nama Indonesia sendiri berasal dari bahasa Latin Indus "India" dan bahasa Yunani nêsos "pulau" yang secara harafiah berarti 'Kepulauan India'.

Sejak abad ke-4 dan ke-5, pengaruh budaya India menjadi semakin jelas. Bahasa Sanskerta digunakan dalam berbagai prasasti. Namun sejak abad ke-7, huruf India semakin sering dipergunakan untuk menulis bahasa-bahasa setempat yang kini sudah mengandung banyak kata pinjaman bukan saja dari bahasa Sanskerta, tetapi juga dari berbagai bahasa Prakerta dan bahasa-bahasa Dravida.

Selain itu, masyarakat pribumi Indonesia pun mulai memeluk agama-agama India, khususnya Siwaisme dan Buddhisme. Namun ada pula pemeluk Wisnuisme dan Tantrisme.

Diyakini pula bahwa berbagai penduduk India juga menetap di Indonesia, bercampur gaul dan berasimiliasi dengan penduduk setempat, karena pada abad ke-9 dalam sebuah prasasti dari Jawa Tengah disebutkan nama-nama berbagai penduduk India (dan Asia Tenggara):

Belakangan, dengan bangkitnya Islam, agama Islam pun dibawa ke Indonesia oleh orang-orang Gujarat sejak abad ke-11, bukan untuk menggantikan sistem-sistem keagamaan yang sudah ada, melainkan untuk melengkapinya.

Senjata yang Direndam Madu

Sesuai legenda, Kamadeva membawa tali busur yang direndam madu dan dilapisi gula sementara anak panahnya dihiasi dengan bunga. Dia membawa 5 anak panah bersamanya yaitu: Ummadan, Shoshan, Jrumbhan, Maran dan Stambhan.

Dewa Kamadeva dipuja pada Vasant Panchami, waktu musim semi, itulah sebabnya panahnya dihiasi dengan bunga sesuai legenda. Anak panahnya, saat dilepaskan, tidak mengeluarkan suara karena bunganya.

Tempat ibadah masyarakat India-Indonesia

Di bawah ini adalah tempat-tempat ibadah masyarakat India-Indonesia khususnya yang beragama Hindu dan Sikh.

Orang Tua Kamadeva

Menurut legenda mitologi, Dewa Kamdeva adalah putra Dewa Wisnu dan Dewi Laxmi. Ia telah menikah dengan Dewi Kegilaan dan Nafsu, Dewi Rati. Namun, beberapa cerita menunjukkan bahwa dia adalah putra Dewa Brahma dan dia juga memiliki hubungan dengan Dewa Siwa.